Anak Positif HIV di Muara Ancalong: Hak Belajar yang Tertunda

FORMASI Indonesia – Di Muara Ancalong, sebuah desa kecil terdapat kisah seorang anak pengidap HIV yang menggetarkan hati banyak orang. Setelah menjalani transfusi darah untuk pengobatan anemia aplastik, anak ini didiagnosis positif HIV. Namun, tantangan terbesarnya bukanlah penyakit, melainkan penolakan dari sekolah yang melarangnya belajar bersama teman-temannya.

Situasi ini menggugah perhatian pemerintah. Kepala Dinas Pendidikan Kutai Timur, Mulyono, turun langsung menemui pihak sekolah, dokter, dan keluarga si anak.

Bacaan Lainnya

“Kami sepakat, anak ini dapat kembali bersekolah setelah ada rekomendasi dari dokter spesialis. Haknya untuk mendapatkan pendidikan tidak boleh diabaikan,” kata Mulyono beberapa waktu lalu.

Di sisi lain, Dr. Novel Tyty Paembonan, anggota DPRD Kutim, menyuarakan kepedulian mendalam.

“Hak pendidikan dan kesehatan adalah prioritas. Pemerintah harus memastikan anak ini mendapatkan akses keduanya,” ujarnya dengan tegas saat di temui pewarta.

Ia juga mengingatkan orang tua untuk memanfaatkan fasilitas pengobatan ARV yang tersedia gratis di puskesmas.

Dr. Novel yang notabenenya berkecimpung di dunia kesehatan mengungkapkan pentingnya evaluasi sistem transfusi darah, mengingat dugaan penularan HIV berasal dari prosedur tersebut. Tak hanya itu, ia mengabarkan bahwa DPRD sedang mempercepat pengesahan Raperda Penanggulangan HIV/AIDS.

“Perda ini akan menjadi landasan hukum untuk penanganan lebih baik ke depan,” katanya dengan harap.

Di rumah kecilnya, anak itu menunggu. Ia masih ingin duduk di kelas, belajar bersama teman-teman, dan bermimpi tentang masa depan yang lebih cerah. Sementara itu, upaya untuk memberinya kesempatan baru terus berjalan. Masyarakat kini dihadapkan pada pertanyaan penting: apakah kita cukup peduli untuk memberikan dukungan yang layak?(*/One)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *