FORMASI Indonesia – Buras atau burasa merupakan makanan khas Sulawesi yang berbahan dasar beras. Bentuknya menyerupai ketupat, tetapi lebih pipih dan dibungkus menggunakan daun pisang atau tali rafia. Hidangan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Idul Fitri, terutama bagi suku Bugis dan Mandar.
Menariknya, salah satu pedagang buras di Kota Sangatta bukan berasal dari Sulawesi, melainkan dari Jawa Barat. Dia adalah Teteh Elis, yang mengaku omzet dagangannya melonjak drastis hingga dua kali lipat dibandingkan hari biasa.
“Alhamdulillah, permintaan meningkat lebih dari biasanya. Kalau biasanya segitu saja, sekarang lumayan lah. Omzetnya naik 100%,” ujarnya saat diwawancarai, Minggu (30/3/2025).
Tingginya permintaan membuatnya harus meningkatkan produksi katanya. Namun, keterbatasan tenaga kerja tidak mematahkan semangatnya untuk membuat makanan primadona ini.
“Kalau ambil semua pesanan ya banyak, tapi saya harus menyesuaikan tenaga sendiri. Soalnya saya kerja sendiri, enggak ada yang bantuin. Paling bisa produksi 300 sampai 400 ikat,” jelasnya.
Selain buras, Teteh Elis juga menjual kue basah dan menerima pesanan masakan seperti rica-rica. Namun, di tengah lonjakan permintaan, ia juga menghadapi tantangan kenaikan harga bahan baku.
“Kelapa naik, harga beras naik, otomatis buras juga ikut naik. Sekarang kan semua serba mahal, bahkan harga daun pembungkus juga naik,” katanya.
Meski demikian, pelanggan tetap memahami kondisi tersebut dan tidak banyak yang mengeluh.
“Enggak ada yang komplain. Mereka juga ngerti dan tahu kondisi harga di pasaran saat ini,” tambahnya.
Teteh Elis berharap usahanya terus berkembang dan lebih dikenal masyarakat luas.
“Mudah-mudahan usaha saya semakin maju, makin laris, dan lebih dikenal banyak orang,” harapnya.
Di tengah tantangan ekonomi, buras tetap menjadi hidangan khas yang dicari saat Lebaran, membuktikan bahwa kuliner tradisional dari Sulawesi ini masih memiliki tempat di hati suku Bugis dan Mandar.(*/One)