FORMASI Indonesia – Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kaltim-Kaltara mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim agar segera menuntaskan penyelidikan terhadap sejumlah proyek infrastruktur di Kutai Timur yang diduga bermasalah.
Proyek-proyek tersebut mencakup peningkatan saluran drainase di Jalan Ery Suparjan Kenyamukan, peningkatan drainase Jalan Dayung-Sidodadi Ilham Maulana di Desa Singa Gembara, peningkatan Jalan Simpang 3 K. Camat-Km. 106, pembangunan Jembatan Bengalon, serta optimalisasi dan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
“Kami menduga ada indikasi masalah dalam proyek-proyek tersebut, baik dari segi pelaksanaan maupun transparansi anggaran. Namun hingga saat ini, Kejari Kutai Timur belum menunjukkan langkah konkret dalam menindaklanjuti laporan yang sudah masuk,” tegas Ashan saat dihubungi wartawan.
Menurutnya, lambatnya respons dari Kejari Kutai Timur menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat. HMI pun berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini agar tidak dibiarkan begitu saja.
“Kami tidak ingin masyarakat menjadi korban dari proyek yang seharusnya memberikan manfaat, namun justru menyisakan masalah baru. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Ashan juga menyoroti besarnya anggaran yang digelontorkan untuk proyek-proyek tersebut, sehingga penyelidikan yang menyeluruh menjadi keharusan.
“Satu proyek nilainya mencapai puluhan miliar, dengan dampak yang besar bagi masyarakat. Jadi saya rasa wajar jika ada pemuda yang mendesak percepatan penyelidikan,” katanya.
Meski proyek-proyek tersebut masih dalam tahap pengawasan oleh kontraktor pelaksana untuk perbaikan jika diperlukan, Ashan menilai penyelidikan tetap harus dilakukan tanpa menunggu proyek benar-benar selesai.
“Semakin cepat ditindaklanjuti, semakin baik. Jangan sampai ada indikasi atau dugaan penghilangan barang bukti. Penyelidikan harus menyeluruh, mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pemilihan kontraktor, hingga pelaksanaan pekerjaan. Jangan sampai ada praktik gratifikasi atau keterlibatan keluarga pejabat dalam proyek tersebut yang berujung pada hasil yang tidak maksimal,” jelasnya.
Senada dengan itu, Ketua Kutai Timur Corruption Watch (KCW), Buyung Asmuran Nur, juga menyoroti ketidakjelasan dalam proses penegakan hukum terhadap proyek-proyek bermasalah di Kutai Timur.
“Kita semakin bingung dengan proses penegakan hukum di Kutai Timur. Jika alasannya kurang alat bukti, itu justru menjadi kesalahan APH (Aparat Penegak Hukum) dalam memahami apa itu alat bukti. Pelapor cukup memberikan kronologi dugaan korupsi, sementara penyidik yang berwenang mencari bukti,” kata Buyung.
Menanggapi hal ini, Kasi Pidsus Kejari Kutai Timur, Michael F. Tambunan, menjelaskan bahwa laporan awal terkait proyek-proyek tersebut memang masuk ke Kejati Kaltim. Pihaknya pun sudah melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan (Puldata dan Pulbaket) saat pekerjaan masih berlangsung.
“Awalnya laporan itu masuk ke Kejati, lalu kami tindak lanjuti dengan Puldata Pulbaket. Saat itu pekerjaan masih berjalan, dan kami juga sudah menyampaikan laporan hasilnya ke Kejati,” jelasnya saat dikonfirmasi, Sabtu 1 Maret 2025.
Michael menambahkan, tindak lanjut penyelidikan dilakukan dengan mengumpulkan data dan keterangan sebelum akhirnya dilaporkan ke Kejati Kaltim. Namun hingga kini, belum ada kejelasan terkait langkah berikutnya dari Kejati.(*)