Ketika Proposal Tak Dibaca, Handi Wijaya: Tumbler dan Aksi yang Bicara

Banyak yang bicara soal perubahan. Tapi Handi Wijaya memilih jalan yang lebih sunyi, ia bekerja dulu, baru bicara. Dan ketika akhirnya bersuara, ia tak main-main: langsung di hadapan delegasi dari 50 negara Asia Pasifik.

Asia Youth Green Summit 2025 di Jakarta menjadi saksi bagaimana pemuda asal Kutai Timur ini membalikkan stigma bahwa anak daerah hanya bisa jadi penonton. Handi hadir bukan dengan proposal tebal atau kata-kata besar, melainkan dengan rekam jejak pasti: edukasi lingkungan berbasis digital yang telah ia jalankan di tanah kelahirannya.

Bacaan Lainnya

“Konsep yang saya bawa adalah edukasi kepada masyarakat melalui platform digital. Karena kita tahu generasi muda saat ini lebih banyak di media sosial,” ungkapnya saat dikonfirmasi lewat telpon WhatsApp pada selasa (6/5/2025).

Ia bahkan sudah memetakan target audiens: Instagram dan Twitter untuk anak muda, WhatsApp untuk kelompok usia lebih dewasa.

Bukan hanya wacana, Handi telah melaksanakan program seperti Gerakan Seribu Tumbler, aksi bersih lingkungan di Folder Ilham Maulana, hingga Geber Widaya, Gerakan Bersih-Bersih Destinasi Wisata dan Budaya. Sementara banyak peserta lain baru membawa konsep, Handi sudah punya catatan kerja di lapangan. Dewan juri pun mengapresiasi, dengan menganugerahkan SDG’s Green Initiator Award 2025.

Namun, tak semua jalan mulus. Beberapa instansi pemerintah yang ia ajukan proposalnya, tak sempat memberi dukungan.

“Ada yang tidak bisa ditemui, dan ada yang tidak mendukung,” katanya pelan.

Untunglah masih ada PDAM Tirta Tuah Bumi, Kutim Hebat, serta tokoh lokal seperti Pandi, Ordiansyah, dan Agus Aras yang ikut membantu keberangkatannya.

Bahkan soal keterbatasan bahasa Inggris pun tak menghalangi niat. Handi mengandalkan Google Translate, isyarat tangan, dan niat baik untuk menjembatani komunikasi.

“Kita semua tetap bisa saling mengerti,” ujarnya.

Sepulang dari Jakarta, Handi tak hanya membawa penghargaan, tapi juga pelajaran: bahwa kontribusi lingkungan bisa dimulai dari hal terkecil seperti membawa tumbler sendiri atau mengurangi plastik sekali pakai.

Ia pun menitip pesan untuk pemuda-pemudi di Kutai Timur: “Mulai dari hal kecil. Karena dari langkah kecil bisa tumbuh dampak yang besar.”

Mungkin sesekali, kita perlu berhenti menunggu program besar diluncurkan dari balik meja. Karena perubahan seringkali lahir dari tangan-tangan yang sudah lebih dulu bergerak diam-diam, tapi pasti.(One)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *