Skandal Pajak di Samsat Kutim: Oknum Pegawai Ditahan, Negara Rugi Rp1,8 Miliar

FORMASI Indonesia – Skandal korupsi kembali mencoreng institusi pemerintah. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur menahan seorang pegawai Samsat, Z, atas dugaan manipulasi data penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pertama (BBNKB 1) yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,8 miliar. Penahanan dilakukan pada Senin (9/12/2024) setelah Z resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus yang berlangsung selama 2019 hingga 2020 ini mengungkap dugaan kolusi antara Z, AGW (teknisi pengendali teknologi), dan ES (administrator pelayanan Samsat yang telah meninggal). Para pelaku diduga memanfaatkan celah sistem pajak untuk memperkaya diri sendiri.

Modus operandi Z terbilang sistematis. Ia mengubah kode fungsi kendaraan dari pribadi (kode 1) menjadi umum (kode 3) pada 67 unit kendaraan serta memodifikasi kode merek pada 23 kendaraan lainnya. Perubahan ini menurunkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBNKB 1, sehingga dana yang seharusnya masuk ke kas negara tidak terealisasi.

Kepala Kejari Kutim, Reopan Saragih, mengungkapkan bahwa hasil audit menunjukkan kerugian negara mencapai Rp1.889.857.100. “Sebagian besar dana tersebut dinikmati oleh tersangka Z dan dibagi kepada AGW dan ES. Ada bukti transfer Rp354.650.000 dari Z kepada AGW,” jelasnya.

Ia menilai bahwa Penahanan Z memunculkan isu lain, benarkah praktik manipulasi ini hanya dilakukan segelintir orang? Publik mulai mempertanyakan sejauh mana pengawasan internal dilakukan oleh Samsat dan instansi terkait.

“Ini bukan hanya soal satu-dua orang. Kami akan mendalami aliran dana untuk memastikan siapa saja yang terlibat,” tegas Reopan Saragih.

Reopan Saragih juga menyebut kemungkinan munculnya tersangka baru jika ditemukan bukti tambahan.

Tersangka Z dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara. Saat ini, ia ditahan di Rutan Polres Kutai Timur selama 20 hari untuk proses penyidikan lanjutan.

Kasus ini menjadi alarm bagi instansi pemerintah terkait pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan pajak daerah. Jika tidak segera diperbaiki, praktik serupa dikhawatirkan akan terus berulang di wilayah lain.

Apakah skandal ini akan membuka kotak Pandora tentang sistem pajak yang rapuh? Ataukah ini sekadar kasus individu yang segera dilupakan? Waktu akan menjawab.(*/One).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *