“Tolak Angin” Jadi Simbol Protes: Faisal Pertanyakan Kepemimpinan DPRD Kutim

Foto : Faisal Rachman saat di Wawancarai oleh Media

FORMASI Indonesia – Perubahan mendadak dalam struktur Panitia Kerja (Panja) DPRD Kutai Timur (Kutim) yang menangani sengketa lahan antara Kelompok Tani di Kecamatan Telen dan pihak perusahaan, menuai sorotan tajam dari politisi PDI-Perjuangan, Faisal Rachman. Dalam keterangannya kepada media, Faisal menilai ada kejanggalan dalam pola kepemimpinan lembaga legislatif tersebut.

“Baru kali ini di kepemimpinan sekarang ini terjadi perubahan-perubahan yang mengkhawatirkan,” ujar Faisal Rachman, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Panja sekaligus Ketua Fraksi Gelora Amanat Perjuangan (GAP).

Bacaan Lainnya

Ia mengungkapkan bahwa perubahan susunan Panja yang bertugas menyelesaikan sengketa antara Kelompok Tani Nila Lestari dan PT Equalindo Makmur Alam Sejahtera (PT EMAS) dilakukan secara sepihak, tanpa koordinasi atau pemberitahuan kepada anggota Panja lainnya.

“Sampai sekarang saya tidak tahu siapa penggantinya. Katanya dirubah dan Pak Ali menyatakan mundur ketika sudah diganti. Itu tanpa konfirmasi. Padahal SK-nya sudah ditandatangani di awal dengan Pak Ali sebagai ketua,” jelasnya.

Faisal mempertanyakan prinsip kepemimpinan kolektif kolegial yang seharusnya menjadi fondasi kerja DPRD. Menurutnya, suara seluruh anggota dewan dan fraksi patut dihargai dalam setiap pengambilan keputusan.

“Jangan ketua itu merasa super power bahwa dia yang punya DPR. Saya bilang itu yang tidak cocok. Ini bukan punya satu orang. Hargai teman-teman yang lain juga,” tegasnya.

Sebagai bentuk sindiran, Faisal bahkan menyiapkan dua kotak kecil “Tolak Angin” untuk Ketua DPRD. Ia berharap agar pimpinan dewan tetap sehat dan dapat menjalankan tugas secara optimal di tengah cuaca buruk.

“Supaya lebih fit bisa menyelesaikan masalah-masalah masyarakat,” ujarnya.

Faisal menambahkan, sejak menjadi anggota DPRD Kutim pada 2019, baru kali ini ia melihat perubahan struktur Panja dilakukan secara tiba-tiba, apalagi hanya dua hari sebelum Panja dijadwalkan melakukan kunjungan lapangan ke lokasi sengketa. Ironisnya, perubahan tersebut juga mendapat penolakan dari masyarakat yang mempertanyakan netralitas pimpinan Panja baru.

“Selama saya menjabat di periode pertama saya, baik itu Pansus atau segala macam, baru kali ini ada perubahan di tengah jalan tanpa konfirmasi kepada kami,” terangnya.

Ia kembali menekankan bahwa keputusan di DPRD harus diambil melalui musyawarah mufakat, bukan sepihak oleh pimpinan.

“Kepemimpinan di DPR itu bagaimana cara pengambilan keputusannya? Kolektif kolegial. Tidak bisa mengambil keputusan sendiri walaupun di situ pimpinan,” kata Faisal.

Ia pun mengingat kembali pengalaman di masa pandemi 2020, ketika DPRD tetap menjaga komunikasi lintas fraksi dalam pengambilan keputusan, meski saat itu dipimpin koalisi besar.

“Pada saat mau mengambil keputusan di masa krisis, mereka tetap melakukan komunikasi dengan kami. Tetap dilakukan musyawarah,” kenangnya.

Faisal menilai bahwa praktik pengambilan keputusan sepihak dapat merusak kepercayaan publik terhadap DPRD sebagai lembaga demokratis.

“Kalau terus dibudayakan, sistem pengambilan keputusan di DPR ini tidak sehat untuk demokrasi kita,” tegasnya. “Jadi ketika ada hal seperti ini, kita harus lawan. Kita harus sampaikan. Jangan kita diam-diam karena akan disangka kita semua sepakat.”

Meski belum mengarah pada pelanggaran kode etik atau tata tertib, Faisal berharap insiden ini menjadi pembelajaran penting bagi kepemimpinan dewan yang baru menjabat belum genap satu tahun.

“Ini keputusan pertama yang saya lihat agak mencederai. Ini menjadi pelajaran mungkin, supaya hargailah teman-teman yang lain di DPR,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi, saat dikonfirmasi memberikan klarifikasi terkait tudingan yang disampaikan Faisal. Ia menegaskan bahwa hingga saat ini struktur Panja belum ditetapkan sepenuhnya, karena masih menunggu rekomendasi dari ketua komisi.

“Untuk Panja Telen yang menangani sengketa lahan, hingga saat ini belum ada nama yang direkomendasikan dari ketua komisi. Belum ada pergantian karena ketua belum memutuskan siapa orang-orangnya. Kami masih menunggu dari ketua komisi,” ujarnya.

Terkait agenda kunjungan ke PT EMAS, Jimmi menegaskan bahwa kegiatan itu bukan dilakukan oleh Panja, melainkan oleh komisi.

“Itu tugasnya komisi. Terserah komisi siapa orangnya yang bertugas ke sana, karena mencari informasi tidak harus melalui Panja. Komisi saja cukup,” terangnya.

Menanggapi beredarnya surat penolakan dari warga, Jimmi kembali menegaskan belum adanya penunjukan resmi terhadap ketua Panja.

“Belum ditunjuk ketua Panja, belum ada ketuanya sudah ditolak. Tanya saja pada mereka dari mana mendapat informasi tersebut,” katanya.

Soal sindiran “Tolak Angin” dari Faisal, Jimmi hanya tertawa santai dan menilai itu salah sasaran.

“Kayaknya salah orang dia kasih Tolak Angin itu, saya belum menunjuk siapa-siapa kok,” ucapnya sambil tersenyum.

Menurutnya, dinamika semacam ini adalah hal yang wajar terjadi dalam ruang-ruang diskusi politik.

Di sisi lain, dikonfirmasi melalui sambungan seluler, Kelompok Tani Dusun 3 Seberangsari, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merevisi keputusan terkait Panitia Kerja (Panja) yang menangani sengketa lahan mereka dengan PT EMAS. Solihin, ketua kelompok tani yang mewakili warga RT 11, 12, dan 13 Dusun 3 Seberangsari, mengklarifikasi bahwa mereka tidak menolak pembentukan Panja, melainkan meminta revisi komposisi keanggotaan Panja tersebut.

“Kami bukan menolak Panja, tapi minta direvisi lagi. Yang disepakati awalnya berbeda dengan yang berganti kedua,” ungkap Solihin saat diwawancarai.

Permasalahan bermula ketika terjadi perubahan kepemimpinan Panja dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konfirmasi kepada masyarakat. Awalnya, Panja dipimpin oleh Ketua Komisi B Muhammad Ali dari yang telah menangani kasus ini sejak awal, termasuk melakukan hearing pertama hingga terakhir. Namun tiba-tiba kepemimpinan dialihkan kepada H. Bahcok Riandi yang merupakan Wakil Ketua Komisi C.

Irda, salah satu anggota kelompok tani, menyatakan keberatannya. Keberatan lain yang disampaikan adalah adanya potensi konflik kepentingan, karena ketua Panja yang baru memiliki hubungan keluarga dengan salah satu karyawan PT EMAS.

“Dalam belum 1 kali 24 jam itu berubah tanpa konfirmasi ke masyarakat. Jadi kita jadi bertanya-tanya ada apa? Kami sebagai masyarakat, melihat ini tidak adil karena ranah beliau (H.Bahcok, red) juga bukan di situ,” tambah Irda.

Dituturkannya juga, Kelompok tani berencana menghadap Ketua DPRD, Jimmy, untuk meminta agar penanganan sengketa lahan dikembalikan ke komisi yang sesuai dengan ranahnya. Mereka berharap Ketua DPRD dapat menempatkan permasalahan ini pada komisi yang memang menguasai kasus mereka sejak awal, yaitu Komisi B.

“Pihak kelompok tani juga telah menerima informasi dari anggota DPRD Kutim yang menyatakan bahwa akan ada penyusunan ulang Panja sesuai dengan keinginan masyarakat,” tutupnya. (*/Q/One)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *